-->
Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif; biasanya dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut novelis. Kata novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti "sebuah kisah, sepotong berita". Novel lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks dari cerpen, dan tidak dibatasi keterbatasan struktural dan metrikal sandiwara atau sajak.
Selamat datang di Pecinta Novel Indonesia
Selamat datang di | Pecinta Novel Indonesia Hargailah karya-karya sastra anak negri. By | Pecinta Novel Indonesia

Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif; biasanya dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut novelis. Kata novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti "sebuah kisah, sepotong berita". Novel lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks dari cerpen, dan tidak dibatasi keterbatasan struktural dan metrikal sandiwara atau sajak.

Note: Click on any link or the Milky Way Image auto closes the panel.

http://trunosoft.files.wordpress.com/2009/02/click-here-button.gif?w=45&h=45

UNCATEGORIZED

ABOUT

Tembang Campursari

Cak Diqin
  1. Cak Diqin-Tragedi Tali Kutang
  2. Cak Diqin-Sepur Argo
  3. Cak Diqin-Baline Tali Kutang
  4. Cak Diqin-Cinta Tak Terpisah
  5. Cak Diqin-Mr Mendem
  6. Cak Diqin-Susu Murni
  7. Cak Diqin-Mblebes
  8. Cak Diqin-Manten-mantenan
  9. Cak Diqin-Cerito Bengen
  10. Cak Diqin-Rebut Rondho
  11. Cak Diqin-Sarangan dalam kenangan
  12. Cak Diqin-Njaluk Adhik
  13. Cak Diqin-Susu Anget
  14. Cak Diqin-Bisa ya saged
  15. Cak Diqin-Slenco
  16. Cak Diqin-Eling Sholat
  17. Cak Diqin-Penak Mlumah
  18. Cak Diqin-Ulan Andung Andung
  19. Cak Diqin-Gelang Alit
  20. Cak Diqin-Kesusu Metu
  21. Cak Diqin-WanitaSimpanan
  22. Cak Diqin-Mbah Marijan
  23. Cak Diqin-Sholawat rukun iman
  24. Cak Diqin-Becak
  25. Cak Diqin-Moncrot Poloku
  26. Cak Diqin-Kudu Misuh
  27. Cak Diqin-Nyidam
  28. Cak Diqin-Malam Jumat Kliwon
  29. Cak Diqin-Roda Manungsa
  30. Cak Diqin-Rondo Gunung
  31. Cak Diqin-Sifat Allah
  32. Cak Diqin-Kawin dalam rencana
  33. Cak Diqin-Sido Turu Bareng
  34. Cak Diqin-Muspro
  35. Cak Diqin-Kempling
  36. Cak Diqin-GempaBumi
  37. Cak Diqin-Bidhal Ngaji
  38. Cak Diqin-Ngathung
  39. Cak Diqin-Crito bengen
  40. Cak Diqin-Imbangono Tresnaku
  41. Cak Diqin-Ilang Katut angin
  42. Cak Diqin-Bocah jalanan
  43. Cak Diqin-Ketiban bulan
  44. Cak Diqin-Podo Eling
  45. Cak Diqin-Ojo nekat
  46. Cak Diqin-Tua Tua Ra Tata
  47. Cak Diqin-Siti Badriyah
  48. Cak Diqin-Kesupen Wiwite
  49. Cak Diqin-Kero
  50. Cak Diqin-Bengawan Banjir
  51. Cak Diqin-Berselintutan
  52. Cak Diqin-Penunggu cinta
  53. Cak Diqin-Kodok Kalungan kupat
  54. Cak Diqin-Sido Rondho
  55. Cak Diqin-Gang Dolly

Didi Kempot
  1. Didi Kempot-Stasiun Balapan
  2. Didi Kempot-Bojo loro
  3. Didi Kempot-Tirtonadi
  4. Didi Kempot-Kusumaning Ati
  5. Didi Kempot-Konangan (Ketahuan)
  6. Didi Kempot-Tanjung Perak
  7. Didi Kempot-Parangtritis
  8. Didi Kempot-Jambu Alas
  9. Didi Kempot-Tanjung Mas ninggal janji
  10. Didi Kempot-Kere
  11. Didi Kempot-Gethuk
  12. Didi Kempot-Taman Jurug
  13. Didi Kempot-Iki weke sopo
  14. Didi Kempot-Cintaku Sekonyong2 koder
  15. Didi Kempot-Plong
  16. Didi Kempot-Janda baru
  17. Didi kempot-cidro
  18. Didi Kempot-Nyidam Sari
  19. Didi Kempot-Ojo Lamis
  20. Didi Kempot-Nunut Ngiyup
  21. Didi Kempot-Ketar ketir
  22. Didi Kempot-Mesti Penak
  23. Didi Kempot-Madiun Ngawi
  24. Didi kempot-Wuyung
  25. Didi kempot-nelongso
  26. Didi Kempot-Luntur
  27. Didi Kempot-Kangen Kowe
  28. Didi Kempot-Stasion Balapan 2
  29. Didi kempot-lilo
  30. Didi Kempot-Bapak
  31. Didi Kempot-Lingso Tresno
  32. Didi Kempot-KesetrumTresno
  33. Didi Kempot-Sewu Kutho
  34. Didi Kempot-dalan tembus
  35. Didi kempot-Janji Palsu
  36. Didi Kempot-Si Kuncung
  37. Didi Kempot-Caping gunung
  38. Didi Kempot-Layangmu
  39. Didi Kempot-Wes Ewes Ewes
  40. Didi Kempot-Taman Jurug
  41. Didi Kempot-Tresnamu koyo odol
  42. Didi Kempot-Ikhlas
  43. Didi Kempot-Penyiar Radio
  44. Didi Kempot-Janjimu
  45. Didi Kempot-Jaranan
  46. Didi Kempot-Pokoke Aku Melu
  47. Didi Kempot-Luntur
  48. Didi Kempot-Ono Opo Awakmu
  49. Didi Kempot-Kopi Lampung
  50. Didi Kempot-Aku dudu raja
  51. Didi Kempot-Ayu Adine
  52. Didi Kempot-Arum Dalu
  53. Didi Kempot-Cidro
  54. Didi Kempot-Anget Anget gedhang goreng
  55. Didi Kempot-Uripku
  56. Didi Kempot-Pasar Klewer
  57. Didi Kempot-Bona boni
  58. Didi Kempot-Tragedi Tawangmangu
  59. Didi Kempot-Konco Tani
  60. Didi Kempot-Bojo Gemati
  61. Didi kempot-Cucak rowo
  62. Didi Kempot-Sayang Sayang
  63. Didi Kempot-Nganti Subuh
  64. Didi Kempot-Apem Opo Cendol
  65. Didi Kempot-Banyu Langit
  66. Didi Kempot-Bali Kumpul
  67. Didi Kempot-Terlena
  68. Didi Kempot-Terlena
  69. Didi Kempot-Lingsir Wengi
  70. Didi Kempot-Bojo loro
  71. Didi Kempot-Kusumaning Ati
  72. Didi Kempot-Kucing Gering
  73. Didi Kempot-Sutradara cinta
  74. Didi Kempot-Lagu UlangTahun
  75. Didi Kempot-sangiran
  76. Didi Kempot-Rebutan Bantal
  77. Didi Kempot-Klemben Klemben
  78. Didi Kempot-Ketar ketir
  79. Didi Kempot-Malioboro
  80. Didi Kempot-Tan
  81. Didi Kempot-Yuni Yuni
  82. Didi Kempot-Anggon Sapi
  83. Didi Kempot-Dolanan Dakon
  84. Didi Kempot-Uluk Salam
  85. Didi Kempot-Yang Penting happy
  86. Didi Kempot-Sms
  87. Didi Kempot-Tuno Aksara
  88. Didi Kempot-Sentir
  89. Didi Kempot-Cintaku Jauh di lampung
  90. Didi Kempot-Ilang tresnane
  91. Didi kempot-cucak rowo
  92. Didi Kempot-Kencar kencar
  93. Didi_Kempot__Dhin
  94. Didi Kempot-Kere munggah mbale
  95. Didi Kempot-Puttri jemani

Manthou's
  1. Manthous-sengit
  2. Manthous-balen
  3. Manthous-Ngimpi
  4. Manthous-Sakit
  5. Manthous-Kangen
  6. Manthous-Aja cemburu
Sony Jozz
  1. Sony Jozz-Sumi
  2. Sony Jozz-WongNdesa
  3. Sony Jozz-Sri Kawin
  4. Sony Jozz-Loro Ati
  5. Sony Jozz-Aku Bingung
  6. Sony Jozz-Kuli Nyuci
  7. Sony Jozz-Ora Ngiro
  8. Sony Jozz-Sing Nerima
  9. Sony Jozz-Banjir Lumpur
  10. Sony Jozz-Sms
  11. Sony Jozz-Orang Desa
  12. Sony Jozz-Werkudoro ngamuk
  13. Sony Jozz-Sayur Asem
  14. Sony Jozz-Seumur Jagung
  15. Sony Jozz-Istri Teladan
  16. Sony Jozz-Yuni
  17. Sony Jozz-Mesin Rusak
  18. Sony Jozz-Piring Di banting
  19. Sony Jozz-Sumarni
  20. Sony Jozz-Golung
  21. Sony Jozz-Pak Tukim
  22. Sony Jozz-Hati Tak mati
  23. Sony Jozz-Siti Chodijah
  24. Sony Jozz-Numpang Mandi
  25. Sony Jozz-Jempolan
  26. Sony Jozz-Selingkuh

Nurhana
  1. Nurhana-Mawar Biru
  2. Nurhana-Caping Gunung
  3. Nurhana-Kusumaning Ati
  4. Nurhana-Nganti Subuh
  5. Nurhana-Pilih
  6. Nurhana-Petis Manis
  7. Nurhana-Nandang Bronto
  8. Nurhana-esemu
  9. Nurhana-Luntur
  10. Nurhana-Sakit Rindu Nurhana
  11. Nurhana-Lintang panjer sore
  12. Nurhana-Ela Elo
  13. NurhanaBali Kumpul
  14. Nurhana-Lingsir wengi

Sunyahni
  1. Sunyahni_Manthous-Setia tuhu
  2. Sunyahni_Manthous-Ojo Lamis
  3. Sunyahni_Manthous-Ojo Digondheli
  4. Sunyahni_Manthous-Eling Eling
  5. Sunyahni_Manthous-Getun
  6. Sunyahni_Manthous-Potretmu
  7. Sunyahni_Manthous-Kempling
  8. Sunyahni_Manthous-Kutut manggung
  9. Sunyahni_Manthous-Getuk
  10. Sunyahni_Manthous-Eling Eling
  11. Sunyahni_Manthous-Tak Lelo lelo

Software

Semiotik

Semiologi Roland Barthes

Ferdinand de Saussure

Peletak Dasar Strukturalisme dan linguistik modern

Tribuaneswari

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Sri Parameswari Dyah Dewi Tribhuwaneswari adalah permaisuri Raden Wijaya raja pertama Majapahit (1293-1309).
[sunting] Tribhuwaneswari dalam Perjuangan

Dalam Nagarakretagama nama Tribhuwaneswari sering disingkat Tribhuwana. Ia adalah putri sulung Kertanagara raja terakhir Singhasari. Selain dirinya, ketiga adiknya juga dinikahi Raden Wijaya, yaitu Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri. Berita ini juga diperkuat oleh prasasti Kertarajasa (1305).

Menurut Pararaton, putri Kertanagara yang dinikahi Raden Wijaya hanya dua orang tanpa disebut siapa namanya. Menurut Kidung Harsawijaya, putri sulung disebut Puspawati, sedang putri bungsu disebut Pusparasmi. Jika dipadukan dengan Nagarakretagama, maka putri sulung identik dengan Tribhuwana, sedangkan putri bungsu identik dengan Gayatri.

Dikisahkan pada saat Singhasari runtuh akibat pemberontakan Jayakatwang tahun 1292, Raden Wijaya hanya sempat menyelamatkan Tribhuwana, sedangkan Gayatri ditawan musuh. Rombongan Raden Wijaya kemudian menyeberang ke Sumenep meminta perlindungan Arya Wiraraja.

Dalam perjalanan menuju Sumenep, Tribhuwana sering dibantu oleh Lembu Sora, abdi setia Raden Wijaya. Jika pasangan suami istri tersebut letih, Lembu Sora menyediakan perutnya sebagai alas duduk. Jika menyeberang rawa-rawa, Lembu Sora menyediakan diri menggendong Tribhuwana.

Raden Wijaya kemudian bersekutu dengan Arya Wiraraja untuk menjatuhkan Jayakatwang. Ketika Raden Wijaya berangkat ke Kadiri pura-pura menyerah pada Jayakatwang, Tribhuwana ditinggal di Sumenep. Baru setelah Raden Wijaya mendapatkan hutan Terik untuk dibuka menjadi desa Majapahit, Tribhuwana datang dengan diantar Ranggalawe putra Arya Wiraraja. Berita ini terdapat dalam Kidung Panji Wijayakarama.

Pada tahun 1293 pasukan Mongol datang membantu Raden Wijaya mengalahkan Jayakatwang. Menurut Pararaton, raja Mongol bersedia membantu karena Arya Wiraraja menjanjikan Tribhuwana dan Gayatri sebagai hadiah.

Kisah tersebut hanyalah imajinasi pengarang Pararaton saja, karena menurut kronik Cina dari Dinasti Yuan, pengiriman pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese tersebut semata-mata untuk menaklukkan Kertanagara, bukan atas undangan Arya Wiraraja.
[sunting] Tribhuwana sebagai Permaisuri Utama

Sepeninggal pasukan Mongol tahun 1293, Kerajaan Majapahit berdiri dengan Raden Wijaya sebagai raja pertama. Tribhuwana tentu saja menjadi permaisuri utama, ditinjau dari gelarnya yaitu Tribhuwana-iswari.

Namun demikian, Pararaton menyebutkan, istri Raden Wijaya yang dituakan di istana bernama Dara Petak putri dari Kerajaan Dharmasraya, yang melahirkan Jayanagara sang putra mahkota. Sedangkan ibu Jayanagara menurut Nagarakretagama bernama Indreswari.

Menurut prasasti Kertarajasa (1305), Tribhuwaneswari disebut sebagai ibu Jayanagara. Dari berita tersebut dapat diperkirakan, Jayanagara adalah anak kandung Indreswari alias Dara Petak yang kemudian menjadi anak angkat Tribhuwaneswari sang permaisuri utama. Hal ini menyebabkan Jayanagara mendapat hak atas takhta sehingga kemudian menjadi raja kedua Majapahit tahun 1309-1328.
[sunting] Kepustakaan

* Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.
* Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
* Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara

Majapahit

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Untuk kegunaan lain dari Majapahit, lihat Majapahit (disambiguasi).
Majapahit
? Flag
1293 – 1527 Flag ?

Surya Majapahit of Majapahit

Surya Majapahit
Location of Majapahit
Peta wilayah kekuasaan Majapahit berdasarkan Nagarakertagama; keakuratan wilayah kekuasaan Majapahit menurut penggambaran orang Jawa masih diperdebatkan.[1]
Ibu kota Majapahit, Wilwatikta (Trowulan)
Bahasa Jawa Kuno, Sansekerta
Agama Hindu, Buddha
Pemerintahan Monarki
Raja
- 1295-1309 Kertarajasa Jayawardhana
- 1478-1498 Girindrawardhana
Sejarah
- Penobatan Raden Wijaya 10 November 1293
- Invasi Demak 1527
Mata uang Koin emas dan perak, kepeng (koin perunggu yang diimpor dari Tiongkok)
Surya Majapahit adalah lambang yang umumnya dapat ditemui di reruntuhan Majapahit, sehingga Surya Majapahit mungkin merupakan simbol kerajaan Majapahit
Artikel ini bagian dari seri
Sejarah Indonesia
History of Indonesia.png
Sejarah Nusantara
Pra-Kolonial (sebelum 1602)
Pra-sejarah
Kerajaan Hindu-Buddha
Kerajaan Islam
Zaman kolonial (1602-1945)
Era Portugis
Era VOC
Era Belanda
Era Jepang (1942-1945)
Sejarah Republik Indonesia
Proklamasi (17 Agustus 1945)
Masa Transisi
Era Orde Lama
Demokrasi Terpimpin
Operasi Trikora (1960-1962)
Konfrontasi Indo-Malaya (1962-1965)
Gerakan 30 September 1965
Era Orde Baru
Gerakan Mahasiswa 1998
Era Reformasi
[Sunting]

Majapahit adalah sebuah kerajaan kuno di Indonesia yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.

Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Semenanjung Malaya dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia.[2] Kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Borneo, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.[3]
Daftar isi
[sembunyikan]

* 1 Historiografi
* 2 Sejarah
o 2.1 Berdirinya Majapahit
o 2.2 Kejayaan Majapahit
o 2.3 Jatuhnya Majapahit
* 3 Kebudayaan
o 3.1 Ekonomi
o 3.2 Struktur pemerintahan
+ 3.2.1 Aparat birokrasi
+ 3.2.2 Pembagian wilayah
* 4 Raja-raja Majapahit
* 5 Warisan sejarah
o 5.1 Legitimasi politik
o 5.2 Arsitektur
o 5.3 Persenjataan
* 6 Kesenian modern
o 6.1 Puisi lama
o 6.2 Komik dan strip komik
o 6.3 Roman/novel sejarah
o 6.4 Film/Sinetron
* 7 Referensi
* 8 Lihat pula
* 9 Pranala luar

[sunting] Historiografi

Hanya terdapat sedikit bukti fisik sisa-sisa Majapahit,[4] dan sejarahnya tidak jelas.[5] Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan adalah Pararaton ('Kitab Raja-raja') dalam bahasa Kawi dan Nagarakretagama dalam bahasa Jawa Kuno.[6] Pararaton terutama menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga memuat beberapa bagian pendek mengenai terbentuknya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama merupakan puisi Jawa Kuno yang ditulis pada masa keemasan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk. Setelah masa itu, hal yang terjadi tidaklah jelas.[7] Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuno maupun catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.[7]

Keakuratan semua naskah berbahasa Jawa tersebut dipertentangkan. Tidak dapat disangkal bahwa sumber-sumber itu memuat unsur non-historis dan mitos. Beberapa sarjana seperti C.C. Berg menganggap semua naskah tersebut bukan catatan masa lalu, tetapi memiliki arti supernatural dalam hal dapat mengetahui masa depan.[8] Namun demikian, banyak pula sarjana yang beranggapan bahwa garis besar sumber-sumber tersebut dapat diterima karena sejalan dengan catatan sejarah dari Tiongkok, khususnya daftar penguasa dan keadaan kerajaan yang tampak cukup pasti.[5]
[sunting] Sejarah
[sunting] Berdirinya Majapahit
Arca Harihara, dewa gabungan Siwa dan Wisnu sebagai penggambaran Kertarajasa. Berlokasi semula di Candi Simping, Blitar, kini menjadi koleksi Museum Nasional Republik Indonesia.

Sesudah Singhasari mengusir Sriwijaya dari Jawa secara keseluruhan pada tahun 1290, Singhasari menjadi kerajaan paling kuat di wilayah tersebut. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang bernama Meng Chi[9] ke Singhasari yang menuntut upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong telinganya.[9][10] Kublai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.

Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah membunuh Kertanagara. Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya secara kalang-kabut karena mereka berada di teritori asing.[11][12] Saat itu juga merupakan kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar dapat pulang, atau mereka harus terpaksa menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing.

Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan Majapahit adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu pada tanggal 10 November 1293. Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini menghadapi masalah. Beberapa orang terpercaya Kertarajasa, termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi memberontak melawannya, meskipun pemberontakan tersebut tidak berhasil. Slamet Muljana menduga bahwa mahapatih Halayudha lah yang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang terpercaya raja, agar ia dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah kematian pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan lalu dihukum mati.[12] Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309.

Anak dan penerus Wijaya, Jayanegara, adalah penguasa yang jahat dan amoral. Ia digelari Kala Gemet, yang berarti "penjahat lemah". Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan tetapi Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana dan menjadi pendeta wanita. Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit. Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di daerah tersebut. Tribhuwana menguasai Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.
[sunting] Kejayaan Majapahit
Terakota wajah yang dipercaya sebagai potret Gajah Mada.

Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah. Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit melancarkan serangan laut ke Palembang,[2] menyebabkan runtuhnya sisa-sisa kerajaan Sriwijaya.

Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Borneo, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan sebagian kepulauan Filipina[13]. Namun demikian, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja[14]. Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.[14][2]
[sunting] Jatuhnya Majapahit

Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah. Tampaknya terjadi perang saudara (Perang Paregreg) pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Demikian pula telah terjadi pergantian raja yang dipertengkarkan pada tahun 1450-an, dan pemberontakan besar yang dilancarkan oleh seorang bangsawan pada tahun 1468[7].

Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun demikian yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana[15].

Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara[16].

Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M[15].
[sunting] Kebudayaan
Gapura Bajangratu, diduga kuat menjadi gerbang masuk keraton Majapahit. Bangunan ini masih tegak berdiri di kompleks Trowulan.

Ibu kota Majapahit di Trowulan merupakan kota besar dan terkenal dengan perayaan besar keagamaan yang diselenggarakan setiap tahun. Agama Buddha, Siwa, dan Waisnawa (pemuja Wisnu) dipeluk oleh penduduk Majapahit, dan raja dianggap sekaligus titisan Buddha, Siwa, maupun Wisnu.

Walaupun batu bata telah digunakan dalam candi pada masa sebelumnya, arsitek Majapahitlah yang paling ahli menggunakannya[17]. Candi-candi Majapahit berkualitas baik secara geometris dengan memanfaatkan getah tumbuhan merambat dan gula merah sebagai perekat batu bata. Contoh candi Majapahit yang masih dapat ditemui sekarang adalah Candi Tikus dan Candi Bajangratu di Trowulan, Mojokerto.
[sunting] Ekonomi
Celengan zaman Majapahit, abad 14-15 Masehi Trowulan, Jawa Timur. (Koleksi Museum Gajah, Jakarta)

Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan[14]. Majapahit memiliki pejabat sendiri untuk mengurusi pedagang dari India dan Tiongkok yang menetap di ibu kota kerajaan maupun berbagai tempat lain di wilayah Majapahit di Jawa[18].

Menurut catatan Wang Ta-yuan, pedagang Tiongkok, komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua, sedangkan komoditas impornya adalah mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik, dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga[19]. Selain itu, catatan Odorico da Pordenone, biarawan Katolik Roma dari Italia yang mengunjungi Jawa pada tahun 1321, menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata[20].
[sunting] Struktur pemerintahan

Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang teratur pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur dan birokrasi tersebut tidak banyak berubah selama perkembangan sejarahnya[21]. Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia memegang otoritas politik tertinggi.
[sunting] Aparat birokrasi

Raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam melaksanakan pemerintahan, dengan para putra dan kerabat dekat raja memiliki kedudukan tinggi. Perintah raja biasanya diturunkan kepada pejabat-pejabat di bawahnya, antara lain yaitu:

* Rakryan Mahamantri Katrini, biasanya dijabat putra-putra raja
* Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri yang melaksanakan pemerintahan
* Dharmmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan
* Dharmma-upapatti, para pejabat keagamaan

Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terdapat seorang pejabat yang terpenting yaitu Rakryan Mapatih atau Patih Hamangkubhumi. Pejabat ini dapat dikatakan sebagai perdana menteri yang bersama-sama raja dapat ikut melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan. Selain itu, terdapat pula semacam dewan pertimbangan kerajaan yang anggotanya para sanak saudara raja, yang disebut Bhattara Saptaprabhu.
[sunting] Pembagian wilayah

Di bawah raja Majapahit terdapat pula sejumlah raja daerah, yang disebut Paduka Bhattara. Mereka biasanya merupakan saudara atau kerabat dekat raja dan bertugas dalam mengumpulkan penghasilan kerajaan, penyerahan upeti, dan pertahanan kerajaan di wilayahnya masing-masing. Dalam Prasasti Wingun Pitu (1447 M) disebutkan bahwa pemerintahan Majapahit dibagi menjadi 14 daerah bawahan, yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Bhre.[22] Daerah-daerah bawahan tersebut yaitu:

* Daha
* Jagaraga
* Kabalan



* Kahuripan
* Keling
* Kelinggapura



* Kembang Jenar
* Matahun
* Pajang



* Singhapura
* Tanjungpura
* Tumapel



* Wengker
* Wirabumi

[sunting] Raja-raja Majapahit
Genealogi keluarga kerajaan Majapahit. Penguasa ditandai dalam gambar ini.[23]

Berikut adalah daftar penguasa Majapahit. Perhatikan bahwa terdapat periode kekosongan antara pemerintahan Rajasawardhana (penguasa ke-8) dan Girishawardhana yang mungkin diakibatkan oleh krisis suksesi yang memecahkan keluarga kerajaan Majapahit menjadi dua kelompok[7].

1. Raden Wijaya, bergelar Kertarajasa Jayawardhana (1293 - 1309)
2. Kalagamet, bergelar Sri Jayanagara (1309 - 1328)
3. Sri Gitarja, bergelar Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328 - 1350)
4. Hayam Wuruk, bergelar Sri Rajasanagara (1350 - 1389)
5. Wikramawardhana (1389 - 1429)
6. Suhita (1429 - 1447)
7. Kertawijaya, bergelar Brawijaya I (1447 - 1451)
8. Rajasawardhana, bergelar Brawijaya II (1451 - 1453)
9. Purwawisesa atau Girishawardhana, bergelar Brawijaya III (1456 - 1466)
10. Pandanalas, atau Suraprabhawa, bergelar Brawijaya IV (1466 - 1468)
11. Kertabumi, bergelar Brawijaya V (1468 - 1478)
12. Girindrawardhana, bergelar Brawijaya VI (1478 - 1498)
13. Hudhara, bergelar Brawijaya VII (1498-1518)[24]

[sunting] Warisan sejarah
Arca pertapa Hindu dari masa Majapahit akhir. Koleksi Museum für Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.

Majapahit telah menjadi sumber inspirasi kejayaan masa lalu bagi bangsa-bangsa Nusantara pada abad-abad berikutnya.
[sunting] Legitimasi politik

Kesultanan-kesultanan Islam Demak, Pajang, dan Mataram berusaha mendapatkan legitimasi atas kekuasaan mereka melalui hubungan ke Majapahit. Demak menyatakan legitimasi keturunannya melalui Kertabhumi; pendirinya, Raden Patah, menurut babad-babad keraton Demak dinyatakan sebagai anak Kertabhumi dan seorang Putri Cina, yang dikirim ke luar istana sebelum ia melahirkan. Penaklukan Mataram atas Wirasaba tahun 1615 yang dipimpin langsung oleh Sultan Agung sendiri memiliki arti penting karena merupakan lokasi ibukota Majapahit. Keraton-keraton Jawa Tengah memiliki tradisi dan silsilah yang berusaha membuktikan hubungan para rajanya dengan keluarga kerajaan Majapahit — sering kali dalam bentuk makam leluhur, yang di Jawa merupakan bukti penting — dan legitimasi dianggap meningkat melalui hubungan tersebut. Bali secara khusus mendapat pengaruh besar dari Majapahit, dan masyarakat Bali menganggap diri mereka penerus sejati kebudayaan Majapahit.[17]

Para penggerak nasionalisme Indonesia modern, termasuk mereka yang terlibat Gerakan Kebangkitan Nasional di awal abad ke-20, telah merujuk pada Majapahit, disamping Sriwijaya, sebagai contoh gemilang masa lalu Indonesia. Majapahit kadang dijadikan acuan batas politik negara Republik Indonesia saat ini.[14] Dalam propaganda yang dijalankan tahun 1920-an, Partai Komunis Indonesia menyampaikan visinya tentang masyarakat tanpa kelas sebagai penjelmaan kembali dari Majapahit yang diromantiskan.[25]Sukarno juga mengangkat Majapahit untuk kepentingan persatuan bangsa, sedangkan Orde Baru menggunakannya untuk kepentingan perluasan dan konsolidasi kekuasaan negara.[26] Sebagaimana Majapahit, negara Indonesia modern meliputi wilayah yang luas dan secara politik berpusat di pulau Jawa.
[sunting] Arsitektur

Majapahit memiliki pengaruh yang nyata dan berkelanjutan dalam bidang arsitektur di Indonesia. Penggambaran bentuk paviliun (pendopo) berbagai bangunan di ibukota Majapahit dalam kitab Negarakretagama telah menjadi inspirasi bagi arsitektur berbagai bangunan keraton di Jawa serta Pura dan kompleks perumahan masyarakat di Bali masa kini.
[sunting] Persenjataan

Pada zaman Majapahit terjadi perkembangan, pelestarian, dan penyebaran teknik pembuatan keris berikut fungsi sosial dan ritualnya. Teknik pembuatan keris mengalami penghalusan dan pemilihan bahan menjadi semakin selektif. Keris pra-Majapahit dikenal berat namun semenjak masa ini dan seterusnya, bilah keris yang ringan tetapi kuat menjadi petunjuk kualitas sebuah keris. Penggunaan keris sebagai tanda kebesaran kalangan aristokrat juga berkembang pada masa ini dan meluas ke berbagai penjuru Nusantara, terutama di bagian barat.

Selain keris, berkembang pula teknik pembuatan dan penggunaan tombak.
[sunting] Kesenian modern

Kebesaran kerajaan ini dan berbagai intrik politik yang terjadi pada masa itu menjadi sumber inspirasi tidak henti-hentinya bagi para seniman masa selanjutnya untuk menuangkan kreasinya, terutama di Indonesia. Berikut adalah daftar beberapa karya seni yang berkaitan dengan masa tersebut.
[sunting] Puisi lama

* Serat Darmagandhul, sebuah kitab yang tidak jelas penulisnya karena menggunakan nama pena Ki Kalamwadi, namun diperkirakan dari masa Kasunanan Surakarta. Kitab ini berkisah tentang hal-hal yang berkaitan dengan perubahan keyakinan orang Majapahit dari agama sinkretis "Buda" ke Islam dan sejumlah ibadah yang perlu dilakukan sebagai umat Islam.

[sunting] Komik dan strip komik

* Serial "Mahesa Rani" karya Teguh Santosa yang dimuat di Majalah Hai, mengambil latar belakang pada masa keruntuhan Singhasari hingga awal-awal karier Mada (Gajah Mada), adik seperguruan Lubdhaka, seorang rekan Mahesa Rani.
* Komik/Cerita bergambar Imperium Majapahit, karya Jan Mintaraga.
* Komik Majapahit karya R.A. Kosasih
* Strip komik "Panji Koming" karya Dwi Koendoro yang dimuat di surat kabar "Kompas" edisi Minggu, menceritakan kisah sehari-hari seorang warga Majapahit bernama Panji Koming.

[sunting] Roman/novel sejarah

* Sandyakalaning Majapahit (1933), roman sejarah dengan setting masa keruntuhan Majapahit, karya Sanusi Pane.
* Kemelut Di Majapahit, roman sejarah dengan setting masa kejayaan Majapahit, karya Asmaraman S. Kho Ping Hoo.
* Zaman Gemilang (1938/1950/2000), roman sejarah yang menceritakan akhir masa Singasari, masa Majapahit, dan berakhir pada intrik seputar terbunuhnya Jayanegara, karya Matu Mona/Hasbullah Parinduri.
* Senopati Pamungkas (1986/2003), cerita silat dengan setting runtuhnya Singhasari dan awal berdirinya Majapahit hingga pemerintahan Jayanagara, karya Arswendo Atmowiloto.
* Dyah Pitaloka - Senja di Langit Majapahit (2005), roman karya Hermawan Aksan tentang Dyah Pitaloka Citraresmi, putri dari Kerajaan Sunda yang gugur dalam Peristiwa Bubat.
* Gajah Mada (2005), sebuah roman sejarah berseri yang mengisahkan kehidupan Gajah Mada dengan ambisinya menguasai Nusantara, karya Langit Kresna Hariadi.

[sunting] Film/Sinetron

* Tutur Tinular, suatu adaptasi film karya S. Tidjab dari serial sandiwara radio. Kisah ini berlatar belakang Singhasari pada pemerintahan Kertanegara hingga Majapahit pada pemerintahan Jayanagara.
* Saur Sepuh, suatu adaptasi film karya Niki Kosasih dari serial sandiwara radio yang populer pada awal 1990-an. Film ini sebetulnya lebih berfokus pada sejarah Pajajaran namun berkait dengan Majapahit pula.
* Walisongo, sinetron Ramadhan tahun 2003 yang berlatar Majapahit di masa Brawijaya V hingga Kesultanan Demak di zaman Sultan Trenggana.

[sunting] Referensi

1. ^ D.G.E. Hall (1956). "Problems of Indonesian Historiography". Pacific Affairs 38 (3/4): 353—359.
2. ^ a b c Ricklefs (1991), halaman 19
3. ^ Prapantja, Rakawi, trans. by Theodore Gauthier Pigeaud, Java in the 14th Century, A Study in Cultural History: The Negara-Kertagama by Pakawi Parakanca of Majapahit, 1365 AD (The Hague, Martinus Nijhoff, 1962), vol. 4, p. 29. 34; G.J. Resink, Indonesia’s History Between the Myths: Essays in Legal History and Historical Theory (The Hague: W. van Hoeve, 1968), hal. 21.
4. ^ Taylor, Jean Gelman (2003). Indonesia: Peoples and Histories. New Haven and London: Yale University Press, pp.29. ISBN 0-300-10518-5.
5. ^ a b Ricklefs (1991), page 18
6. ^ Johns, A.H. (1964). "The Role of Structural Organisation and Myth in Javanese Historiography". The Journal of Asian Studies 24 (1): 91–99.
7. ^ a b c d M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Edisi ke-3. Diterjemahkan oleh S. Wahono dkk. Jakarta: Serambi, 2005, hal. 55.
8. ^ C. C. Berg. Het rijk van de vijfvoudige Buddha (Verhandelingen der Koninklijke Nederlandse Akademie van Wetenschappen, Afd. Letterkunde, vol. 69, no. 1) Ansterdam: N.V. Noord-Hollandsche Uitgevers Maatschappij, 1962; cited in M.C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia Since c. 1300, 2nd ed. Stanford: Stanford University Press, 1993, pages 18 and 311
9. ^ a b Setiono, Benny Kehancuran dan Kebangkitan Martabat/ Jati Diri Etnis Tionghoa Di Indonesia (bagian 1). Diakses pada 16 Juni 2009
10. ^ David Bor - Khubilai khan and Beautiful princesses of Tumapela 2006
11. ^ Groeneveldt, W.P. Historical Notes on Indonesia and Malaya: Compiled from Chinese Sources. Djakarta: Bhratara, 1960.
12. ^ a b Slamet Muljana. Menuju Puncak Kemegahan (LKIS, 2005)
13. ^ Poesponegoro, M.D., Notosusanto, N. (editor utama). Sejarah Nasional Indonesia. Edisi ke-4. Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka, 1990, hal. 436.
14. ^ a b c d Ricklefs (1991), halaman 56
15. ^ a b Poesponegoro & Notosusanto (1990), hal. 448-451.
16. ^ Ricklefs (2005), hal. 57.
17. ^ a b Schoppert, P., Damais, S. (1997). in Di dalam Didier Millet (editor):: Java Style. Paris: Periplus Editions, 33–34. ISBN 962-593-232-1.
18. ^ Poesponegoro & Notosusanto (1990), hal. 220.
19. ^ Poesponegoro & Notosusanto (1990), hal. 434-435.
20. ^ Poesponegoro & Notosusanto (1990), hal. 431-432.
21. ^ Poesponegoro & Notosusanto (1990), hal. 451-456.
22. ^ Nastiti, Titi Surti. Prasasti Majapahit, dalam situs www.Majapahit-Kingdom.com dari Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala. Jumat, 22 Juni 2007.
23. ^ Bullough, Nigel (Indonesian 50th independence day commemorative edition - 1995). Historic East Java: Remains in Stone. Jakarta: ADLine Communications, 116–117.
24. ^ Februana, Ngarto (2007). Sepak Terjang Para Pendekar. Tempo. Diakses pada 16 Juni 2009
25. ^ Ricklefs, hal. 363
26. ^ Friend, Theodore. Indonesian Destinies. Cambridge, Massachusetts and London: Belknap Press, Harvard University Press, p.19. ISBN 0-674-01137-6.

[sunting] Lihat pula

* Kakawin Nagarakretagama
* Pararaton
* Kidung Sunda
* Kerajaan Singhasari
* Sejarah Nusantara
* Gajah Mada

[sunting] Pranala luar
Wikimedia Commons
Wikimedia Commons memiliki kategori mengenai Majapahit

* (id) Situs resmi oleh Direktorat Peninggalan Purbakala Depbudpar RI
* (en) Memories of Majapahit - memuat sejarah dan keterangan situs-situs peninggalan Majapahit.
* (id) Diskusi tentang Perseteruan Ming dan Majapahit

[sembunyikan]
l • b • s
Kerajaan di Jawa

0-600 (Hindu-Buddha pra-Mataram)
Salakanagara · Tarumanagara · Sunda-Galuh · Kalingga · Kanjuruhan

600-1500 (Hindu-Buddha)
Mataram Hindu · Kahuripan · Janggala · Kadiri · Singasari · Majapahit · Pajajaran · Blambangan

1500-sekarang (Islam)
Demak · Pajang · Banten · Cirebon · Sumedang Larang · Mataram Islam · Surakarta · Yogyakarta · Mangkunagara · Paku Alam
LinkFA-star.png
Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Majapahit"
Kategori: Kerajaan Majapahit | Kerajaan di Nusantara | Kerajaan di Jawa Timur

Nambi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Mpu Nambi (lahir: ? - wafat: Lamajang, 1316) adalah pemegang jabatan rakryan patih pertama dalam sejarah Kerajaan Majapahit. Ia ikut berjuang mendirikan kerajaan tersebut namun kemudian gugur sebagai korban fitnah pada pemerintahan raja kedua.
Daftar isi
[sembunyikan]

* 1 Peran Awal
* 2 Jabatan yang Disandang
* 3 Mati Karena Fitnah
* 4 Nama Ayah
* 5 Referensi

[sunting] Peran Awal

Pararaton dan Kidung Panji Wijayakrama menyebut Nambi sebagai salah satu abdi Raden Wijaya yang ikut mengungsi ke tempat Arya Wiraraja di Songeneb (nama lama Sumenep) ketika Kerajaan Singasari runtuh diserang pasukan Jayakatwang tahun 1292. Sedangkan menurut Kidung Harsawijaya, Nambi adalah putra Arya Wiraraja yang baru kenal Raden Wijaya di Songeneb.

Kidung Harsawijaya mengisahkan pula, Nambi kemudian dikirim ayahnya untuk membantu Raden Wijaya membuka Hutan Terik menjadi sebuah desa pemukiman bernama Majapahit. Kisah ini berlawanan dengan Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe yang menyebut nama putra yang dikirim Arya Wiraraja adalah Ranggalawe, bukan Nambi.

Pararaton selanjutnya mengisahkan, pada saat Raden Wijaya menyerang Kadiri pada tahun 1293, Nambi ikut berjasa membunuh seorang pengikut Jayakatwang yang bernama Kebo Rubuh.
[sunting] Jabatan yang Disandang

Pararaton mengisahkan setelah kekalahan Jayakatwang tahun 1293, Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit dan mengangkat diri menjadi raja. Jabatan patih atau semacam perdana menteri diserahkan kepada Nambi. Berita ini diperkuat oleh prasasti Sukamerta tahun 1296 yang memuat daftar nama para pejabat Majapahit, antara lain Rakryan Patih Mpu Tambi.

Menurut Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe, pengangkatan Nambi inilah yang memicu terjadinya pemberontakan Ranggalawe di Tuban tahun 1295. Ranggalawe merasa tidak puas atas keputusan tersebut karena Nambi dianggap kurang berjasa dalam peperangan. Atas izin Raden Wijaya, Nambi berangkat memimpin pasukan Majapahit menyerang Tuban. Dalam perang itu, Ranggalawe mati di tangan Kebo Anabrang.
[sunting] Mati Karena Fitnah

Kematian Nambi terjadi pada tahun 1316. Kisahnya disinggung dalam Nagarakretagama dan Pararaton, serta diuraikan panjang lebar dalam Kidung Sorandaka.

Dikisahkan pada masa pemerintahan Jayanagara (1309-1328) putra Raden Wijaya, Nambi masih menjabat sebagai patih. Saat itu ada tokoh licik bernama Mahapati yang mengincar jabatannya. Ia selalu berusaha menciptakan ketegangan di antara Jayanagara dan Nambi.

Suatu hari terdengar berita bahwa ayah Nambi sakit keras. Nambi pun mengambil cuti untuk pulang ke Lamajang (nama lama Lumajang). Sesampai di sana, ayahnya telah meninggal. Mahapati datang melayat menyampaikan ucapan duka cita dari raja. Ia juga menyarankan agar Nambi memperpanjang cutinya. Nambi setuju. Mahapati lalu kembali ke ibu kota untuk menyampaikan permohonan izinnya.

Akan tetapi dihadapan raja, Mahapati menyampaikan berita bohong bahwa Nambi menolak untuk kembali ke ibu kota karena sedang mempersiapkan pemberontakan. Jayanagara termakan hasutan tersebut. Ia pun mengirim pasukan dipimpin Mahapati untuk menumpas Nambi.

Nambi tidak menduga datangnya serangan mendadak. Ia pun membangun benteng pertahanan di [Gending] dan [Pejarakan]. Namun keduanya dapat dihancurkan oleh pasukan Majapahit. Akhirnya Nambi sekeluarga pun tewas pula dalam peperangan itu.

Pararaton mengisahkan Nambi mati dalam benteng pertahanannya di desa Rabut Buhayabang, karena dikeroyok oleh Jabung Tarewes, Lembu Peteng, dan Ikal-Ikalan Bang. Sedangkan menurut Nagarakretagama yang memimpin penumpasan Nambi bukan Mahapati, melainkan langsung oleh Jayanagara sendiri.
[sunting] Nama Ayah

Nama ayah Nambi menurut Pararaton dan Kidung Harsawijaya adalah Arya Wiraraja, sedangkan dalam Kidung Sorandaka adalah Pranaraja. hal ini menimbulkan pendapat bahwa Pranaraja adalah nama lain Arya Wiraraja.

Pendapat tersebut tidak sesuai dengan naskah prasasti Kudadu tahun 1294 yang menyebut Arya Wiraraja dan Pranaraja sebagai dua orang tokoh yang berbeda. Keduanya sama-sama menjabat sebagai pasangguhan, di mana masing-masing bergelar Rakryan Mantri Arya Wiraraja Makapramuka dan Rakryan Mantri Pranaraja Mpu Sina.

Selain itu, Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe menyebut Arya Wiraraja adalah ayah dari Ranggalawe (alias Arya Adikara), yaitu saingan politik Nambi. Versi ini diperkuat oleh prasasti Kudadu (1294) yang menyebut adanya nama Arya Adikara dan Arya Wiraraja dalam daftar pejabat Majapahit, namun keduanya tidak ditemukan lagi dalam prasasti Sukamerta (1296), sedangkan nama Pranaraja Mpu Sina masih dijumpai.

Alasan yang bisa diajukan ialah, setelah kematian Ranggalawe tahun 1295, Arya Wiraraja merasa sakit hati dan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pasangguhan. Ia kemudian mendapatkan daerah Lamajang sesuai janji Raden Wijaya pada masa perjuangan. Adapun Pranaraja Mpu Sina diperkirakan juga berasal dari Lamajang. Sesudah pensiun, ia kembali ke daerah itu sampai akhir hayatnya pada tahun 1316.
[sunting] Referensi

* Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
* Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS

Mahapati

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Mahapati adalah nama seorang tokoh penghasut dalam sejarah awal Kerajaan Majapahit. Namanya disebut dalam Pararaton sebagai pemegang jabatan rakryan patih sejak tahun 1316. Kelicikan Mahapati dianggap sebagai penyebab kematian para pahlawan pendiri Majapahit, misalnya Ranggalawe, Lembu Sora, dan Nambi. Mahapati sendiri akhirnya dihukum mati setelah pemberontakan Ra Kuti tahun 1319.
[sunting] Kisah Hidup

Nama Mahapati terdapat dalam naskah Pararaton dan Kidung Sorandaka. Ia dikisahkan sebagai tokoh licik yang gemar melancarkan fitnah dan adu domba demi meraih ambisinya, yaitu menjadi patih Majapahit.

Pada tahun 1295 Mahapati menghasut Ranggalawe supaya menentang pengangkatan Nambi sebagai patih. Sebaliknya, ia juga menghasut Nambi supaya menghukum kelancangan Ranggalawe. Akibat adu domba tersebut, perang saudara pertama pun meletus. Ranggalawe akhirnya tewas di tangan Kebo Anabrang dalam sebuah pertempuran di Sungai Tambak Beras. Namun, Kebo Anabrang sendiri juga tewas karena dibunuh dari belakang oleh Lembu Sora, paman Ranggalawe.

Pada tahun 1300 Mahapati menghasut Mahisa Taruna putra Kebo Anabrang supaya menuntut pengadilan untuk Lembu Sora. Mengingat jasa-jasanya selama perjuangan mendirikan kerajaan, Lembu Sora hanya dihukum buang oleh Raden Wijaya, raja Majapahit saat itu. Mahapati ganti menghasut Sora supaya meminta hukuman yang lebih pantas. Sora pun berangkat ke ibu kota untuk meminta hukuman mati. Di sana ia tewas dikeroyok tentara istana, karena Nambi sudah lebih dahulu dihasut Mahapati, bahwa Sora akan datang untuk membuat onar.

Pada tahun 1316 Mahapati mengadu domba Nambi dengan Jayanagara, raja kedua Majapahit pengganti Raden Wijaya. Suatu ketika Nambi mengambil cuti karena ayahnya di Lamajang meninggal dunia. Mahapati datang melayat sambil menyarankan supaya ia memperpanjang cuti. Mahapati bersedia menyampaikan permohonan izin kepada raja. Akan tetapi, di hadapan Jayanagara, Mahapati justru mengabarkan bahwa Nambi tidak mau kembali ke Majapahit karena sedang mempersiapkan pemberontakan. Jayanagara marah dan mengirim pasukan untuk menghancurkan Lamajang. Nambi sekeluarga pun tewas. Mahapati kemudian diangkat sebagai patih baru sesuai dengan cita-citanya.

Pada tahun 1319 terjadi pemberontakan Ra Kuti. Pemberontakan ini berhasil ditumpas oleh seorang pegawai bhayangkari bernama Gajah Mada yang kemudian menjadi abdi kesayangan Jayanagara.

Setelah pemberontakan Ra Kuti, hubungan antara Jayanagara dengan Mahapati mulai renggang. Akhirnya, semua kejahatan yang pernah dilakukan Mahapati pun terbongkar. Ia kemudian dihukum mati dengan cara cineleng-celeng, artinya "dicincang seperti babi hutan".
[sunting] Identifikasi dengan Dyah Halayudha

Tokoh Mahapati hanya ditemukan dalam naskah Pararaton dan Kidung Sorandaka. Istilah maha bermakna "besar", sedangkan pati bermakna "penguasa". Maksudnya ialah "orang yang memiliki ambisi besar untuk menjadi penguasa". Hal ini menunjukkan, nama Mahapati bukanlah nama asli, melainkan nama julukan.

Nama Mahapati tidak dijumpai dalam prasasti apa pun, sehingga diduga merupakan nama ciptaan pengarang Pararaton. Nagarakretagama yang juga berisi sejarah Kerajaan Majapahit hanya mengisahkan kematian Nambi secara singkat tanpa menjelaskan apa penyebabnya.

Pararaton mengisahkan Mahapati menjadi patih setelah kematian Nambi tahun 1316. Sejarawan Slamet Muljana menganggap Mahapati identik dengan Dyah Halayudha, yaitu nama patih Majapahit yang tertulis dalam prasasti Sidateka tahun 1323.

Apabila dugaan Slamet Muljana benar, maka tokoh Mahapati alias Halayudha bukan orang biasa, namun masih keluarga bangsawan. Hal ini dikarenakan gelar yang ia pakai adalah dyah yang setara dengan raden pada zaman berikutnya. Misalnya, pendiri Majapahit dalam Nagarakretagama disebut Dyah Wijaya sedangkan dalam Pararaton disebut Raden Wijaya. Sementara itu Nambi dan Sora yang dalam prasasti Sukamreta hanya bergelar mpu.

Dengan demikian dapat dipahami mengapa Halayudha sakit hati ketika Nambi dan Sora yang bukan dari golongan bangsawan namun memperoleh kedudukan tinggi, masing-masing sebagai patih Majapahit dan patih Daha. Ia pun melancarkan aksi fitnah dan adu domba sehingga satu per satu para pahlawan pendiri kerajaan tersingkir.

Pengarang Pararaton mungkin tidak mengenal nama asli tokoh licik yang menyingkirkan Ranggalawe, Sora, dan Nambi sehingga ia pun menyebutnya dengan nama Mahapati atau sang "penguasa besar".
[sunting] Kepustakaan

* Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara.
* Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS.

Mahisa Anabrang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Mahisa Anabrang atau Kebo Anabrang atau Lembu Anabrang (lahir: ? – wafat: 1295) adalah nama seorang perwira Kerajaan Singhasari yang menjadi komandan Ekspedisi Pamalayu tahun 1275 – 1293.
Daftar isi
[sembunyikan]

* 1 Komandan Pamalayu
* 2 Gugur dalam tugas
* 3 Identifikasi dengan Adwayabrahma
* 4 Identifikasi dengan Indrawarman
* 5 Pranala luar
* 6 Kepustakaan

[sunting] Komandan Pamalayu

Pada tahun 1275 Kertanagara raja Singhasari, mengirimkan utusan untuk menjalin persahabatan dengan Kerajaan Dharmasraya di Sumatera. Pengiriman utusan ini terkenal dengan sebutan Ekspedisi Pamalayu. Baik Nagarakretagama ataupun Pararaton sama sekali tidak menyebutkan siapa nama utusan ekspedisi ini.

Kidung Panji Wijayakrama menyebutkan nama utusan Ekspedisi Pamalayu tersebut, yaitu Mahisa Anabrang, yang artinya ialah “kerbau yang menyeberang”. Terdapat kemungkinan bahwa ini bukan nama asli, atau pengarang kidung tersebut juga tidak mengetahui dengan pasti siapa nama asli sang komandan.

Ekspedisi Pamalayu yang dipimpin Mahisa Anabrang memperoleh keberhasilan. Nagarakretagama mencatat Melayu masuk ke dalam daftar jajahan Singhasari selain Bali, Pahang, Gurun, dan Bakulapura. Utusan Pamalayu kembali ke Jawa tahun 1293 dengan membawa dua orang putri bernama Dara Jingga dan Dara Petak, semula untuk dipersembahkan kepada Kertanagara. Namun Kertanagara telah tewas setahun sebelumnya akibat pemberontakan Jayakatwang. Menantu Kertanagara yang bernama Raden Wijaya telah berhasil mengalahkan Jayakatwang dan mendirikan Kerajaan Majapahit, sehingga ia yang menerima persembahan tersebut.
[sunting] Gugur dalam tugas

Pada tahun 1295 terjadi pemberontakan pertama terhadap Kerajaan Majapahit yang dilakukan oleh adipati Tuban Ranggalawe. Peristiwa ini disinggung dalam Pararaton namun naskah ini tidak menyebutkan siapa tokoh yang berhasil membunuh Ranggalawe. Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe menguraikan kisah kematian Ranggalawe dengan panjang lebar, serta menyebutkan bahwa yang berhasil membunuh adipati Tuban tersebut adalah Mahisa Anabrang.

Dikisahkan bahwa pasukan Majapahit dipimpin Nambi, Lembu Sora, dan Mahisa Anabrang berangkat untuk menumpas Ranggalawe. Perang terjadi di dekat Sungai Tambak Beras. Mahisa Anabrang bertarung melawan Ranggalawe di dalam sungai, yang dimenangkan oleh Mahisa Anabrang. Lembu Sora yang adalah paman Ranggalawe, tidak rela melihat keponakannya dibunuh. Ia lalu membunuh Mahisa Anabrang, rekannya sendiri, dari belakang. Tewasnya Ranggalawe mengakhiri perang saudara pertama dalam sejarah Majapahit.

Kidung Sorandaka mengisahkan keluarga Mahisa Anabrang tidak berani menuntut hukuman untuk Lembu Sora karena ia merupakan pembantu kesayangan Raden Wijaya. Baru pada tahun 1300 seorang putra Mahisa Anabrang bernama Mahisa Taruna mendapat bantuan seorang tokoh bernama Mahapati.[rujukan?] Mereka pun berhasil menyingkirkan Lembu Sora dari jajaran pemerintahan Majapahit. Peristiwa yang terjadi selanjutnya ialah pembunuhan Lembu Sora oleh pasukan Nambi akibat fitnah yang dilancarkan Mahapati.
[sunting] Identifikasi dengan Adwayabrahma

Mahisa Anabrang kembali ke Jawa pada tahun 1293 dengan membawa dua orang putri Minangkabau bernama Dara Jingga dan Dara Petak. Menurut Pararaton, Raden Wijaya mengambil Dara Petak sebagai istri dan menyerahkan Dara Jingga kepada seorang “dewa” (sira alaki dewa), yang berarti seorang bangsawan. Dara Jingga kemudian melahirkan seorang putra bernama Tuhan Janaka yang kemudian menjadi raja Minangkabau bergelar Mantrolot Warmadewa. Beberapa sumber mengatakan bahwa ini adalah nama lain dari Adityawarman.

Nama ayah Adityawarman adalah Adwayawarman menurut prasasti Kuburajo atau Adwayadwaja menurut prasasti Bukit Gombak. Gelar yang hampir serupa ialah Dyah Adwayabrahma, juga terdapat dalam prasasti Padangroco, sebagai salah seorang pengawal arca Amoghapasa yang dibawa ke Sumatra tahun 1286. Tertulis dalam prasasti bahwa Adwayabrahma yang menjabat rakryan mahamantri, suatu jabatan tinggi bagi bangsawan kerabat raja. Demikianlah terdapat anggapan bahwa tokoh Adwayabrahma ini adalah tokoh yang sama dengan Mahisa Anabrang utusan Pamalayu. Namun demikian dugaan bahwa utusan Pamalayu adalah sama dengan pemimpin rombongan Amoghapasa masih memerlukan bukti tambahan yang memperkuatnya.
[sunting] Identifikasi dengan Indrawarman

Menurut sumber dari Batak[rujukan?], nama komandan pasukan Singhasari yang dikirim untuk menaklukkan Sumatra adalah Indrawarman. Tokoh ini kemudian menolak mengakui kedaulatan Majapahit sebagai kelanjutan Singhasari. Indrawarman kemudian mendirikan Kerajaan Silo di Simalungun.

Pada tahun 1339 datang pasukan Majapahit dipimpin Adityawarman dalam rangka pelaksanaan Sumpah Palapa. Adityawarman sebagai wakil raja Majapahit berhasil menaklukkan Silo. Indrawarman diberitakan tewas oleh serangan tersebut. Menurut legenda, Indrawarman tidak pernah kembali ke Jawa, sehingga sulit untuk menyamakannya dengan tokoh Mahisa Anabrang yang kembali ke Jawa tahun 1293.
[sunting] Pranala luar

* Prasasti Kuburajo I, dari situs Melayu Online.com, Mei 2007.
* Prasasti Dharmamasraya, dari situs Melayu Online.com, Juni 2007.
* Wilayah Taklukan Kerajaan Pagaruyung, artikel Sejarah yang Tercecer oleh Ampera Salim, dari situs Website Portal Sumatera Barat, Mei 2007.

[sunting] Kepustakaan

* Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka
* R.M. Mangkudimedja. 1979. Serat Pararaton Jilid 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
* Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
* Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
* Slamet Muljana. 2005. Runtuhnya Kerajaan Jindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara (terbitan ulang 1968). Yogyakarta: LKIS
* Slamet Muljana. 2006. Sriwijaya (terbitan ulang 1960). Yogyakarta: LKIS

Jayanagara

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Jayanagara (lahir: 1294 - wafat: 1328) adalah raja kedua Kerajaan Majapahit yang memerintah pada tahun 1309-1328, dengan bergelar Sri Maharaja Wiralandagopala Sri Sundarapandya Dewa Adhiswara. Pemerintahan Jayanagara terkenal sebagai masa pergolakan dalam sejarah awal Kerajaan Majapahit. Ia sendiri meninggal akibat dibunuh oleh tabib istananya.
Daftar isi
[sembunyikan]

* 1 Asal-Usul
* 2 Naik Takhta
* 3 Pemberontakan yang Terjadi
* 4 Hubungan dengan Cina
* 5 Kematian Jayanagara
* 6 Kepustakaan

[sunting] Asal-Usul

Menurut Pararaton, nama asli Jayanagara adalah Raden Kalagemet putra Raden Wijaya dan Dara Petak. Ibunya ini berasal dari Kerajaan Dharmasraya di Pulau Sumatra. Ia dibawa Kebo Anabrang ke tanah Jawa sepuluh hari setelah pengusiran pasukan Mongol oleh pihak Majapahit. Raden Wijaya yang sebelumnya telah memiliki dua orang istri putri Kertanagara, kemudian menjadikan Dara Petak sebagai Stri Tinuheng Pura, atau "istri yang dituakan di istana".

Menurut Pararaton, pengusiran pasukan Mongol dan berdirinya Kerajaan Majapahit terjadi pada tahun 1294. Sedangkan menurut kronik Cina dari dinasti Yuan, pasukan yang dipimpin oleh Ike Mese itu meninggalkan Jawa tanggal 24 April 1293. Naskah Nagarakretagama juga menyebut angka tahun 1293. Sehingga, jika berita-berita di atas dipadukan, maka kedatangan Kebo Anabrang dan Dara Petak dapat diperkirakan terjadi pada tanggal 4 Mei 1293, dan kelahiran Jayanagara terjadi dalam tahun 1294.

Nama Dara Petak tidak dijumpai dalam Nagarakretagama dan prasasti-prasasti peninggalan Majapahit. Menurut Nagarakretagama, Raden Wijaya bukan hanya menikahi dua, tetapi empat orang putri Kertanagara, yaitu Tribhuwaneswari, Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri. Sedangkan Jayanagara dilahirkan dari istri yang bernama Indreswari. Hal ini menimbulkan dugaan kalau Indreswari adalah nama lain Dara Petak.
[sunting] Naik Takhta

Nagarakretagama menyebutkan Jayanagara diangkat sebagai yuwaraja atau raja muda di Kadiri atau Daha pada tahun 1295. Nama Jayanagara juga muncul dalam prasasti Penanggungan tahun 1296 sebagai putra mahkota. Mengingat Raden Wijaya menikahi Dara Petak pada tahun 1293, maka Jayanagara dapat dipastikan masih sangat kecil ketika diangkat sebagai raja muda. Tentu saja pemerintahannya diwakili oleh Lembu Sora yang disebutkan dalam prasasti Pananggungan menjabat sebagai patih Daha.

Dari prasasti tersebut dapat diketahui pula bahwa Jayanagara adalah nama asli sejak kecil atau garbhopati, bukan nama gelar atau abhiseka. Sementara nama Kalagemet yang diperkenalkan Pararaton jelas bernada ejekan, karena nama tersebut bermakna "jahat" dan "lemah".

Jayanagara naik takhta menjadi raja Majapahit menggantikan ayahnya yang menurut Nagarakretagama meninggal dunia tahun 1309.
[sunting] Pemberontakan yang Terjadi

Menurut Pararaton, pemerintahan Jayanagara diwarnai banyak pemberontakan oleh para pengikut ayahnya. Hal ini disebabkan karena Jayanagara adalah raja berdarah campuran Jawa-Sumatra, bukan keturunan Kertanagara murni.

Pemberontakan pertama terjadi ketika Jayanagara naik takhta, yaitu dilakukan oleh Ranggalawe pada tahun 1295 dan kemudian Lembu Sora pada tahun 1300. Dalam hal ini pengarang Pararaton kurang teliti karena Jayanagara baru menjadi raja pada tahun 1309. Mungkin yang benar ialah, pemberontakan Ranggalawe terjadi ketika Jayanagara diangkat sebagai raja muda atau putra mahkota.

Pararaton juga memberitakan pemberontakan Juru Demung tahun 1313, Gajah Biru tahun 1314, Mandana dan Pawagal tahun 1316, serta Ra Semi tahun 1318. Akan tetapi, menurut Kidung Sorandaka, Juru Demung dan Gajah Biru mati bersama Lembu Sora tahun 1300, sedangkan Mandana, Pawagal, dan Ra Semi mati bersama Nambi tahun 1316.

Berita pemberontakan Nambi tahun 1316 dalam Pararaton juga disebutkan dalam Nagarakretagama, dan diuraikan panjang lebar dalam Kidung Sorandaka. Menurut Nagarakretagama, pemberontakan Nambi tersebut dipadamkan langsung oleh Jayanagara sendiri.

Di antara pemberontakan-pemberontakan yang diberitakan Pararaton, yang paling berbahaya adalah pemberontakan Ra Kuti tahun 1319. Ibu kota Majapahit bahkan berhasil direbut kaum pemberontak, sedangkan Jayanagara sekeluarga terpaksa mengungsi ke desa Badander dikawal para prajurit bhayangkari.

Pemimpin prajurit bhayangkari yang bernama Gajah Mada kembali ke ibu kota menyusun kekuatan. Berkat kerja sama antara para pejabat dan rakyat ibu kota, Kelompok Ra Kuti dapat dihancurkan.
[sunting] Hubungan dengan Cina

Daratan Cina saat itu dikuasai oleh Dinasti Yuan atau bangsa Mongol. Pada tahun 1321 seorang pengembara misionaris bernama Odorico da Pordenone mengunjungi Pulau Jawa dan sempat menyaksikan pemerintahan Jayanagara. Ia mencatat pasukan Mongol kembali datang untuk menjajah Jawa, namun berhasil dipukul mundur oleh pihak Majapahit. Hal ini mengulangi kegagalan mereka pada tahun 1293.

Namun hubungan antara Majapahit dengan Mongol kemudian membaik. Catatan dinasti Yuan menyebutkan pada tahun 1325 pihak Jawa mengirim duta besar bernama Seng-kia-lie-yulan untuk misi diplomatik. Tokoh ini diterjemahkan sebagai Adityawarman putra Dara Jingga, atau sepupu Jayanagara sendiri.
[sunting] Kematian Jayanagara

Pararaton mengisahkan Jayanagara dilanda rasa takut kehilangan takhtanya. Ia pun melarang kedua adiknya, yaitu Dyah Gitarja dan Dyah Wiyat menikah karena khawatir iparnya bisa menjadi saingan. Bahkan muncul desas-desus kalau kedua putri yang lahir dari Gayatri itu hendak dinikahi oleh Jayanagara sendiri.

Desas-desus itu disampaikan Ra Tanca kepada Gajah Mada yang saat itu sudah menjadi abdi kesayangan Jayanagara. Ra Tanca juga menceritakan tentang istrinya yang diganggu oleh Jayanagara. Namun Gajah Mada seolah tidak peduli pada laporan tersebut.

Ra Tanca adalah tabib istana. Suatu hari ia dipanggil untuk mengobati sakit bisul Jayanagara. Dalam kesempatan itu Tanca berhasil membunuh Jayanagara di atas tempat tidur. Gajah Mada yang menunggui jalannya pengobatan segera menghukum mati Tanca di tempat itu juga, tanpa proses pengadilan.

Peristiwa itu terjadi tahun 1328. Menurut Pararaton Jayanagara didharmakan dalam candi Srenggapura di Kapopongan dengan arca di Antawulan. Sedangkan menurut Nagarakretagama ia dimakamkan di dalam pura berlambang arca Wisnuparama. Jayanagara juga dicandikan di Silapetak dan Bubat sebagai Wisnu serta di Sukalila sebagai Buddha jelmaan Amogasidi.

Jayanagara meninggal dunia tanpa memiliki keturunan. Oleh karena itu takhta Majapahit kemudian jatuh kepada adiknya, yaitu Dyah Gitarja yang bergelar Tribhuwana Tunggadewi
[sunting] Kepustakaan

* Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
* Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara

Ken Sora

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Mpu Sora (lahir: ? - wafat: Majapahit, 1300) adalah nama salah seorang pengikut Raden Wijaya yang berjasa besar dalam perjuangan mendirikan Kerajaan Majapahit. Ia sering dianggap sebagai abdi Raden Wijaya yang paling setia, namun akhirnya mati sebagai pemberontak di halaman istana Majapahit.

Dalam beberapa karya sastra, Mpu Sora juga disebut dengan nama Lembu Sora, Ken Sora, Andaka Sora, atau kadang disingkat Sora saja.
Daftar isi
[sembunyikan]

* 1 Peran dalam Perjuangan
* 2 Jabatan di Majapahit
* 3 Kematian Akibat Fitnah
* 4 Keepustakaan

[sunting] Peran dalam Perjuangan

Pararaton mengisahkan Sora ikut mengawal Raden Wijaya sewaktu menghindari kejaran pasukan Jayakatwang pada tahun 1292. Kidung Panji Wijayakrama menyebutkan, Sora dengan setia menyediakan perutnya sebagai tempat duduk Raden Wijaya dan istrinya saat keduanya beristirahat. Ia juga menggendong istri Wijaya saat menyeberangi sungai dan rawa-rawa.

Pada tahun 1293 Raden Wijaya dibantu pasukan Mongol menyerang Jayakatwang di Kadiri. Dalam pertempuran tersebut, Sora bertugas menggempur benteng selatan dan berhasil membunuh patih Kadiri yang bernama Kebo Mundarang.

Dalam siasat selanjutnya, Raden Wijaya mengusir pasukan Mongol yang sedang berpesta pora merayakan jatuhnya Kadiri. Dalam pertempuran tersebut, Sora dan keponakannya yang bernama Ranggalawe bertindak sebagai pembantai orang-orang Mongol tersebut.
[sunting] Jabatan di Majapahit

Setelah Jayakatwang berhasil dikalahkan dan pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese diusir dari Pulau Jawa, Raden Wijaya pun mendirikan mendirikan Kerajaan Majapahit pada tahun 1293. Naskah Pararaton menyebutkan jabatan Sora dalam kerajaan baru tersebut adalah rakryan demung.

Berita di atas kurang tepat karena dalam prasasti Sukamreta tahun 1296, tertulis nama rakryan demung Majapahit adalah Mpu Renteng, sedangkan Mpu Sora menjabat sebagai rakryan patih ri Daha, atau patih bawahan di Kadiri.

Keputusan Raden Wijaya tersebut konon memicu pemberontakan Ranggalawe pada tahun 1295. Ranggalawe berpendapat bahwa Sora lebih pantas diangkat sebagai rakryan patih Majapahit daripada Nambi. Namun meskipun Ranggalawe adalah keponakan Sora, namun Sora justru mendukung Raden Wijaya supaya tetap mempertahankan Nambi sebagai patih Majapahit.
[sunting] Kematian Akibat Fitnah

Kematian Sora menurut Pararaton terjadi pada tahun 1300 yang diuraikan panjang lebar dalam Kidung Sorandaka. Menurut Pararaton kematiannya terjadi pada pemerintahan Jayanagara, sedangkan menurut Kidung Sorandaka terjadi pada pemerintahan Raden Wijaya. Dalam hal ini pengarang Pararaton kurang teliti karena menurut Nagarakretagama Jayanagara naik takhta menggantikan Raden Wijaya baru pada tahun 1309.

Dikisahkan bahwa, Sora ikut serta dalam pasukan Majapahit yang bergerak menumpas pemberontakan Ranggalawe di Tuban tahun 1295. Dalam pertempuran di Sungai Tambak Beras, Ranggalawe mati di tangan Kebo Anabrang. Diam-diam Sora merasa sakit hati melihat keponakannya dibunuh secara kejam. Ia pun berbalik ganti membunuh Kebo Anabrang dari belakang.

Peristiwa pembunuhan terhadap rekan satu pasukan tersebut seolah-olah didiamkan begitu saja. hal itu dikarenakan keluarga Kebo Anabrang segan menuntut hukuman pengadilan karena Sora dianggap sebagai abdi kesayangan Raden Wijaya.

Suasana kusut itu akhirnya dimanfaatkan oleh Mahapati, seorang tokoh licik yang mengincar jabatan rakryan patih. Ia menghasut putra Kebo Anabrang yang bernama Mahisa Taruna supaya berani menuntut pengadilan untuk Sora. Ia juga melapor kepada Raden Wijaya bahwa para menteri merasa resah karena raja seolah-olah melindungi kesalahan Sora.

Raden Wijaya tersinggung karena dituduh berlaku tidak adil. Ia pun memberhentikan Sora dari jabatannya untuk menunggu keputusan lebih lanjut. Mahapati segera mengusulkan supaya Sora jangan dihukum mati mengingat jasa-jasanya yang sangat besar. Atas pertimbangan tersebut, Raden Wijaya pun memutuskan bahwa Sora akan dihukum buang ke Tulembang.

Mahapati menemui Sora di rumahnya untuk menyampaikan surat keputusan raja. Sora sedih atas keputusan itu. Ia berniat ke ibu kota meminta hukuman mati daripada harus diusir meninggalkan tanah airnya.

Mahapati lebih dulu menghasut Nambi dengan mengatakan bahwa Sora akan datang untuk membuat kekacauan karena tidak puas atas keputusan raja. Setelah mendesak Raden Wijaya, Nambi pun diizinkan menghadang Sora yang datang bersama dua orang sahabatnya, yaitu Gajah Biru dan Juru Demung. Maka terjadilah peristiwa di mana Sora dan kedua temannya itu mati dikeroyok tentara Majapahit di halaman istana.

Kisah dalam Kidung Sorandaka di atas sedikit berbeda dengan Pararaton yang menyebut kematian Juru Demung terjadi pada tahun 1313, sedangkan Gajah Biru pada tahun 1314. Kematian kedua sahabat Sora tersebut terjadi pada masa pemerintahan Jayanagara putra Raden Wijaya.
[sunting] Keepustakaan

* Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
* Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS

Aria Wiraraja

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Aria Wiraraja atau Banyak Wide adalah tokoh pengatur siasat Raden Wijaya dalam usaha penaklukan Kadiri tahun 1293 dan pendirian Kerajaan Majapahit.
Daftar isi
[sembunyikan]

* 1 Aria Wiraraja dan Keruntuhan Singhasari
* 2 Persekutuan Aria Wiraraja dengan Raden Wijaya
* 3 Jabatan Aria Wiraraja di Majapahit
* 4 Akhir Kemerdekaan Majapahit Timur
* 5 Referensi

[sunting] Aria Wiraraja dan Keruntuhan Singhasari

Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Harsawijaya mengisahkan Arya Wiraraja semula menjabat sebagai rakryan demung pada masa pemerintahan Kertanagara di Singhasari. Namun karena sikapnya menentang politik luar negeri raja, ia pun dipindahkan menjadi bupati Sumenep.

Wiraraja merasa sakit hati. Ia mengetahui kalau Jayakatwang bupati Gelang-Gelang berniat memberontak, untuk membalas kekalahan leluhurnya, yaitu Kertajaya raja terakhir Kadiri yang digulingkan oleh Ken Arok pendiri Kerajaan Tumapel atau Singhasari. Wiraraja pun mengirim surat melalui putranya yang bernama Wirondaya, yang berisi saran supaya Jayakatwang segera melaksanakan niatnya, karena saat itu sebagian besar tentara Singhasari sedang berada di luar Jawa.

Maka pada tahun 1292, terjadilah serangan pasukan Gelang-Gelang terhadap ibu kota Singhasari. Kertanagara tewas di istana. Jayakatwang lalu membangun kembali negeri leluhurnya, yaitu Kadiri dan menjadi raja di sana.
[sunting] Persekutuan Aria Wiraraja dengan Raden Wijaya

Menantu Kertanagara yang bernama Raden Wijaya mengungsi ke Sumenep meminta perlindungan Aria Wiraraja. Semasa muda, Wiraraja pernah mengabdi pada Narasingamurti kakek Raden Wijaya. Maka, ia pun bersedia membantu sang pangeran untuk menggulingkan Jayakatwang. Raden Wijaya bersumpah jika ia berhasil merebut kembali takhta mertuanya, maka kekuasaannya akan dibagi dua, yaitu untuk dirinya dan untuk Wiraraja.

Mula-mula Wiraraja menyarankan agar Raden Wijaya pura-pura menyerah ke Kadiri. Atas jaminan darinya, Raden Wijaya dapat diterima dengan baik oleh Jayakatwang. Sebagai bukti takluk, Raden Wijaya siap membuka Hutan TarikTarik, Sidoarjo menjadi kawasan wisata bagi Jayakatwang yang gemar berburu. Jayakatwang mengabulkannya. Raden Wijaya dibantu orang-orang Madura kiriman Wiraraja membuka hutan tersebut, dan mendirikan desa Majapahit di dalamnya.

Pada tahun 1293 datang tentara Mongol untuk menghukum Kertanagara yang berani menyakiti utusan Kubilai Khan tahun 1289. Raden Wijaya selaku ahli waris Kertanagara siap menyerahkan diri asalkan ia terlebih dahulu dibantu memerdekakan diri dari Jayakatwang. Maka bergabunglah pasukan Mongol dan Majapahit menyerbu ibu kota Kadiri. Setelah Jayakatwang kalah, pihak Majapahit ganti mengusir pasukan Mongol dari tanah Jawa.

Menurut Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Harsawijaya, pasukan Mongol datang atas undangan Wiraraja untuk membantu Raden Wijaya mengalahkan Kadiri, dengan imbalan dua orang putri sebagai istri kaisar Mongol. Kisah tersebut hanyalah ciptaan si pengarang yang tidak mengetahui kejadian sebenarnya. Dari berita Cina diketahui tujuan kedatangan pasukan Mongol adalah untuk menaklukkan Kertanagara penguasa Jawa.
[sunting] Jabatan Aria Wiraraja di Majapahit

Raden Wijaya menjadi raja pertama Majapahit yang merdeka tahun 1293. Dari prasasti Kudadu (1294) diketahui jabatan Aria Wiraraja adalah sebagai pasangguhan dengan gelar Rakryan Mantri Arya Wiraraja Makapramuka. Pada prasasti Penanggungan (1296) nama Wiraraja sudah tidak lagi dijumpai.

Penyebabnya ialah pada tahun 1295 salah satu putra Wiraraja yang bernama Ranggalawe melakukan pemberontakan dan menemui kematiannya. Peristiwa itu membuat Wiraraja sakit hati dan mengundurkan diri dari jabatannya. Ia lalu menuntut janji Raden Wijaya, yaitu setengah wilayah Majapahit. Raden Wijaya mengabulkannya. Wiraraja akhirnya mendapatkan Majapahit sebelah timur dengan ibu kota di Lumajang.
[sunting] Akhir Kemerdekaan Majapahit Timur

Pararaton menyebutkan pada tahun 1316 terjadi pemberontakan Nambi di Lumajang terhadap Jayanagara raja kedua Majapahit. Kidung Sorandaka mengisahkan pemberontakan tersebut terjadi setelah kematian ayah Nambi yang bernama Pranaraja. Sedangkan, Pararaton dan Kidung Harsawijaya menyebut Nambi adalah putra Wiraraja. Menurut prasasti Kudadu (1294) Pranaraja tidak sama dengan Wiraraja.

Berdasarkan analisis Slamet Muljana menggunakan bukti prasasti Kudadu dan prasasti Penanggungan (dalam bukunya, Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya, 1979), Wiraraja lebih tepat sebagai ayah Ranggalawe dari pada ayah Nambi. (Lihat Ranggalawe)

Tidak diketahui dengan pasti apakah Wiraraja masih hidup pada tahun 1316. Yang jelas, setelah kekalahan Nambi, daerah Lumajang kembali bersatu dengan Majapahit bagian barat. Ini berarti penguasa Majapahit Timur saat itu (entah Wiraraja atau penggantinya) bergabung dengan Nambi dan terbunuh oleh serangan pasukan Majapahit Barat.
[sunting] Referensi

* Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
* Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan. Yogyakarta: LKIS

Raden Wijaya

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Question book-new.png
Artikel ini membutuhkan lebih banyak catatan kaki untuk pemastian.
Silakan bantu memperbaiki artikel ini dengan menambahkan catatan kaki.
Arca Harihara, dewa gabungan Siwa dan Wisnu sebagai penggambaran Kertarajasa. Berlokasi semula di Candi Simping, Blitar, kini menjadi koleksi Museum Nasional Republik Indonesia.

Raden Wijaya (lahir: ? - wafat: Majapahit, 1309) adalah pendiri Kerajaan Majapahit sekaligus raja pertama yang memerintah pada tahun 1293-1309, bergelar Sri Maharaja Sanggramawijaya Sri Kertarajasa Jayawarddhana.
Daftar isi
[sembunyikan]

* 1 Nama Asli
* 2 Asal-Usul
* 3 Silsilah Keluarga
* 4 Mendirikan Desa Majapahit
* 5 Menjadi Raja Majapahit
* 6 Masa Pemerintahan
* 7 Akhir Hayat
* 8 Kepustakaan

[sunting] Nama Asli

Raden Wijaya nerupakan nama yang lazim dipakai para sejarawan untuk menyebut pendiri Kerajaan Majapahit. Nama ini terdapat dalam Pararaton yang ditulis sekitar akhir abad ke-15. Kadang Pararaton juga menulisnya secara lengkap, yaitu Raden Harsawijaya. Padahal menurut bukti-bukti prasasti, pada masa kehidupan Wijaya (abad ke-13 atau 14) pemakaian gelar raden belum populer.

Nagarakretagama yang ditulis pada pertengahan abad ke-14 menyebut pendiri Majapahit bernama Dyah Wijaya. Gelar dyah merupakan gelar kebangsawanan yang populer saat itu dan menjadi cikal bakal gelar Raden. Istilah Raden sendiri diperkirakan berasal dari kata Ra Dyah atau Ra Dyan atau Ra Hadyan.

Nama asli pendiri Majapahit yang paling tepat adalah Nararya Sanggramawijaya, karena nama ini terdapat dalam prasasti Kudadu yang dikeluarkan oleh Wijaya sendiri pada tahun 1294. Gelar Nararya juga merupakan gelar kebangsawanan, meskipun gelar Dyah lebih sering digunakan.
[sunting] Asal-Usul

Menurut Pararaton, Raden Wijaya adalah putra Mahisa Campaka, seorang pangeran dari Kerajaan Singhasari.

Menurut Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara, Raden Wijaya adalah putra pasangan Rakeyan Jayadarma dan Dyah Lembu Tal. Ayahnya adalah putra Prabu Guru Darmasiksa, raja Kerajaan Sunda Galuh, sedangkan ibunya adalah putri Mahisa Campaka dari Kerajaan Singhasari. Setelah Rakeyan Jayadarma tewas diracun musuhnya, Lembu Tal pulang ke Singhasari membawa serta Wijaya. Dengan demikian, Raden Wijaya merupakan perpaduan darah Sunda dan Jawa.

Kisah di atas mirip dengan Babad Tanah Jawi yang menyebut pendiri Kerajaan Majapahit bernama Jaka Sesuruh putra Prabu Sri Pamekas raja Kerajaan Pajajaran, yang juga terletak di kawasan Sunda. Jaka Sesuruh melarikan diri ke timur karena dikalahkan saudara tirinya yang bernama Siyung Wanara. Ia kemudian membangun Kerajaan Majapahit dan berbalik menumpas Siyung Wanara.

Berita di atas berlawanan dengan Nagarakretagama yang menyebut Dyah Lembu Tal adalah seorang laki-laki, putra Narasinghamurti. Naskah ini memuji Lembu Tal sebagai seorang perwira yuda yang gagah berani dan merupakan ayah dari Dyah Wijaya.

Di antara berita-berita di atas, yang paling dapat dipercaya adalah Nagarakretagama karena naskah ini selesai ditulis pada tahun 1365. Jadi, hanya selisih 56 tahun sejak kematian Raden Wijaya.
[sunting] Silsilah Keluarga

Raden Wijaya dalam prasasti Balawi tahun 1305 menyatakan dirinya sebagai anggota Wangsa Rajasa. Menurut Nagarakretagama, Wijaya adalah putra Dyah Lembu Tal, putra Narasinghamurti. Menurut Pararaton, Narasinghamurti alias Mahisa Campaka adalah putra Mahisa Wonga Teleng putra Ken Arok pendiri Wangsa Rajasa.

Menurut prasasti Balawi dan Nagarakretagama, Raden Wijaya menikah dengan empat orang putri Kertanagara, raja terakhir Kerajaan Singhasari, yaitu Tribhuwaneswari, Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri. Sedangkan menurut Pararaton, ia hanya menikahi dua orang putri Kertanagara saja, serta seorang putri dari Kerajaan Malayu bernama Dara Petak.

Menurut prasasti Sukamerta dan prasasti Balawi, Raden Wijaya memiliki seorang putra dari Tribhuwaneswari bernama [[Jayanagara. Sedangkan Jayanagara menurut Pararaton adalah putra Dara Petak, dan menurut Nagarakretagama adalah putra Indreswari. Sementara itu, dari Gayatri lahir dua orang putri bernama Dyah Gitarja dan Dyah Wiyat.
[sunting] Mendirikan Desa Majapahit

Menurut prasasti Kudadu, pada tahun 1292 terjadi pemberontakan Jayakatwang bupati Gelang-Gelang terhadap kekuasaan Kerajaan Singhasari. Raden Wijaya ditunjuk Kertanegara untuk menumpas pasukan Gelang-Gelang yang menyerang dari arah utara Singhasari. Wijaya berhasil memukul mundur musuhnya. Namun pasukan pemberontak yang lebih besar datang dari arah selatan dan berhasil menewaskan Kertanagara.

Menyadari hal itu, Raden Wijaya melarikan diri hendak berlindung ke Terung di sebelah utara Singhasari. Namun karena terus dikejar-kejar musuh ia memilih pergi ke arah timur. Dengan bantuan kepala desa Kudadu, ia berhasil menyeberangi Selat Madura untuk bertemu Arya Wiraraja penguasa Songeneb (nama lama Sumenep).

Bersama Arya Wiraraja, Raden Wijaya merencanakan siasat untuk merebut kembali takhta dari tangan Jayakatwang. Wijaya berjanji, jika ia berhasil mengalahkan Jayakatwang, maka daerah kekuasaannya akan dibagi dua untuk dirinya dan Wiraraja. Siasat pertama pun dijalankan. Mula-mula, Wiraraja menyampaikan berita kepada Jayakatwang bahwa Wijaya menyatakan menyerah kalah. Jayakatwang yang telah membangun kembali negeri leluhurnya, yaitu Kerajaan Kadiri menerimanya dengan senang hati. Ia pun mengirim utusan untuk menjemput Wijaya di pelabuhan Jungbiru.

Siasat berikutnya, Wijaya meminta Hutan Tarik di sebelah timur Kadiri untuk dibangun sebagai kawasan wisata perburuan. Wijaya mengaku ingin bermukim di sana. Jayakatwang yang gemar berburu segera mengabulkannya tanpa curiga. Wiraraja pun mengirim orang-orang Songeneb untuk membantu Wijaya membuka hutan tersebut. Menurut Kidung Panji Wijayakrama, salah seorang Madura menemukan buah maja yang rasanya pahit. Oleh karena itu, desa pemukiman yang didirikan Wijaya tersebut pun diberi nama Majapahit.
[sunting] Menjadi Raja Majapahit

Catatan Dinasti Yuan mengisahkan pada tahun 1293 pasukan Mongol sebanyak 20.000 orang dipimpin Ike Mese mendarat di Jawa untuk menghukum Kertanagara, karena pada tahun 1289 Kertanagara telah melukai utusan yang dikirim Kubilai Khan raja Mongol.

Raden Wijaya memanfaatkan kedatangan pasukan Mongol ini untuk menghancurkan Jayakatwang. Ia pun mengundang Ike Mese untuk memberi tahu bahwa dirinya adalah ahli waris Kertanagara yang sudah tewas. Wijaya meminta bantuan untuk merebut kembali kekuasaan Pulau Jawa dari tangan Jayakatwang, dan setelah itu baru ia bersedia menyatakan tunduk kepada bangsa Mongol.

Jayakatwang yang mendengar persekutuan Wijaya dan Ike Mese segera mengirim pasukan Kadiri untuk menghancurkan mereka. Namun pasukan itu justru berhasil dikalahkan oleh pihak Mongol. Selanjutnya, gabungan pasukan Mongol dan Majapahit serta Madura bergerak menyerang Daha, ibu kota Kerajaan Kadiri. Jayakatwang akhirnya menyerah dan ditawan dalam kapal Mongol.

Setelah Jayakatwang dikalahkan, Wijaya meminta izin untuk kembali ke Majapahit mempersiapkan penyerahan dirinya. Ike Mese mengizinkannya tanpa curiga. Sesampainya di Majapahit, Wijaya membunuh para prajurit Mongol yang mengawalnya. Ia kemudian memimpin serangan balik ke arah Daha di mana pasukan Mongol sedang berpesta kemenangan. Serangan mendadak itu membuat Ike Mese kehilangan banyak prajurit dan terpaksa menarik mundur pasukannya meninggalkan Jawa.

Wijaya kemudian menobatkan dirinya menjadi raja Majapahit. Menurut Kidung Harsa Wijaya, penobatan tersebut terjadi pada tanggal 15 bulan Karttika tahun 1215 Saka, atau bertepatan dengan 12 November 1293.
[sunting] Masa Pemerintahan

Dalam memerintah Majapahit, Wijaya mengangkat para pengikutnya yang dulu setia dalam perjuangan. Nambi diangkat sebagai patih Majapahit, Lembu Sora sebagai patih Daha, Arya Wiraraja dan Ranggalawe sebagai pasangguhan. Pada tahun 1294 Wijaya juga memberikan anugerah kepada pemimpin desa Kudadu yang dulu melindunginya saat pelarian menuju Pulau Madura.

Pada tahun 1295 seorang tokoh licik bernama Mahapati menghasut Ranggalawe untuk memberontak. Pemberontakan ini dipicu oleh pengangkatan Nambi sebagai patih, dan menjadi perang saudara pertama yang melanda Majapahit. Setelah Ranggalawe tewas, Wiraraja mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pasangguhan. Ia menagih janji Wijaya tentang pembagian wilayah kerajaan. Wijaya mengabulkannya. Maka, sejak saat itu, wilayah kerajaan pun hanya tinggal setengah, di mana yang sebelah timur dipimpin oleh Wiraraja dengan ibu kota di Lamajang (nama lama Lumajang).

Pada tahun 1300 terjadi peristiwa pembunuhan Lembu Sora, paman Ranggalawe. Dalam pemberontakan Ranggalawe, Sora memihak Majapahit. Namun, ketika Ranggalawe dibunuh dengan kejam oleh Kebo Anabrang, Sora merasa tidak tahan dan berbalik membunuh Anabrang. Peristiwa ini diungkit-ungkit oleh Mahapati sehingga terjadi suasana perpecahan. Pada puncaknya, Sora dan kedua kawannya, yaitu Gajah Biru dan Jurudemung tewas dibantai kelompok Nambi di halaman istana.
[sunting] Akhir Hayat

Menurut Nagarakretagama, Raden Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309. Ia dimakamkan di Antahpura dan dicandikan di Simping sebagai Harihara, atau perpaduan Wisnu dan Siwa.

Wijaya digantikan Jayanagara sebagai raja selanjutnya.
[sunting] Kepustakaan

* Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
* Marwati Poesponegoro & Nugroho Notosusanto. 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka
* R.M. Mangkudimedja. 1979. Serat Pararaton Jilid 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
* Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
* Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
 

Pecinta Novel Indonesia

Copyright@2011 | Pecinta Novel Indonesia Template modified By | Pecinta Novel Indonesia